Judul yang romantic ya, Sobs! Sayangnya, postingan kali ini, berbanding terbalik dari nuansa awal yang timbul dari membaca judul di atas. :)
Bermula dari sapaan seorang teman lama, yang juga sudah lama sekali tidak saling bertegur sapa. Bukan, bukan karena sedang bermusuhan, hehe. Tapi karena kesibukan masing-masing lah, hingga rasanya belum ada waktu yang tepat untuk saling ber-sayhi [baca: sei hai].
Layaknya teman lama, tentu tak perlu waktu yang lama untuk mengembalikan keakraban. Obrolan ringan berlanjut ke yang lebih berbobot [berat] karena sudah mulai masuk ke ranah 'curhat'. Dan seperti biasa, dilatih untuk menjadi conselor sewaktu bekerja di sebuah Medical NGO di masa awal tsunami dulu, aku pun terbiasa untuk menjadi pendengar budiman. Yes, kunci dari konseling kan mendengarkan dengan baik, terlebih dahulu, baru kemudian memberi tanggapan, jika memang diperlukan. :)
I did it. Inti curhatan adalah tentang ritme kehidupan berkarier yang tak pernah stabil. Naik turun, atas bawah silih berganti tiada henti. Tentang sikap sang boss yang tak pernah bisa ditebak. Tentang sikap sang boss yang like and dislike. Emang ada ya, Bos yang subjective seperti ini? Ada lho! Banyak!
Bicara tentang sikap bos yang seperti ini, memang selalu membuat kita harus mengurut dada. Geram, sedih, tak berdaya, mungkin itulah rasa yang paling mendominasi, jika kita berada pada posisi si staff yang terkena 'dislike'. Kebalikan dengan rasa yang membuncah di dada si staff yang terkena 'like'. Kuyakin bahwa banyak di antara kita yang pernah mengalami situasi dislike alias tidak disukai oleh pak/bu Boss. Padahal udah berusaha untuk bekerja maksimal dengan hasil optimal, tapi tetap aja si boss ga suka sama kita!
Yah, mungkin karena prinsip/karakter kita yang tidak klop di hatinya, atau juga karena 'kompor' yang dinyalakan sedemikian rupa oleh 'oknum' untuk menjadikan kita dislike dan tidak nyaman dalam bekerja. Entahlah, yang pasti, sungguh tak enak jika kita sedang berada pada situasi seperti ini kan, Sobs? Sungguh mempengaruhi kualitas dan kuantitas pekerjaan yang harus kita hasilkan. Bener kan, Sobs? Lalu apa yang harus kita lakukan? Resign?
NO! Jangan dulu donk! Jangan gegabah, karena mencari pekerjaan di zaman sekarang ini kan enggak gampang, Sobs! Lalu apa? Mendekati dan 'menjilat' Pak/Bu Boss? TIDAK JUGA.
Hal pertama yang kusarankan tadi pada sahabatku adalah:
1. Introspeksi Diri.
Walau kita MERASA kita SUDAH bersikap sangat professional, belum tentu kenyataannya seperti itu kan? Coba tilik ulang deh, kinerja, result dan professionalitas kita.
2. Pelajari Situasi Sekitar Kita
Jika hasil langkah 1 tadi adalah BAIK, artinya kinerja kita sudah cukup baik dan professional, tapi pak Boss masih saja dislike, maka perhatikan situasi sekitar. Terkadang, tetangga sebelah [rekan kerja] ada yang tak senang melihat kemampuan kita, kinerja kita yang optimal, karena hal ini, secara tak langsung akan memperlihatkan kesenjangan dengan hasil kerjanya [yang mungkin kurang professional]. Jadi, faktor iri hati, dengki, masih mungkin sedang berseliweran di sekitar kita lho! Bukannya tak ada. Ada yang seperti ini di jaman sekarang ini lho. Selama Setan dan Iblis masih bebas berkeliaran, jangan harap kedamaian akan selalu terpelihara. Setan dan Iblis adalah makhluk yang paling piawai dalam menebarkan virus iri dan dengki kan? :)
3. Perbaiki/Atur Sikap
Maksudnya piye?
Jika hasil dari langkah kedua, kita menemukan si biang keroknya, maka yang paling aman untuk dilakukan adalah 'merangkulnya'. Bukan membalasnya dengan kebencian/keburukan. Rangkul dia, dan pura-pura tak tau akan 'keburukan' yang diperbuatnya terhadap kita. Sehingga [jika dia memang punya hati], dia akan merasa bersalah sendiri, bahkan terketuk hatinya untuk menerima pertemanan kita. Bantu dia [dengan cara elegan lah] dalam meningkatkan kinerjanya pula. Toh, kekompakan dan bekerja saling bahu membahu akan memberi profit yang baik bagi pekerjaan dan perusahaan? Dan artinya? Si boss akan senang toh?
4. Jalin Hubungan yang Baik dan Professional dengan Pak/Bu Boss.
Hal ini tentu tak gampang, apalagi jika kita sudah kadung di 'dislike' oleh Pak/Bu Boss. Sulit bo'. Tapi sulit bukan berarti mustahil bukan? So, wajib dicoba dunk!
Bagaimana caranya? Banyak jalan menuju Rhoma toh? Yang pertama adalah, usahakan untuk bisa berkomunikasi langsung dengannya. Paling tepat adalah saat kita harus menyerahkan laporan/hasil pekerjaan kepadanya. Atau apa lah, yang penting, usahakan untuk berkesempatan interaksi langsung dengannya. Mengapa? Karena hal ini akan memberi kesempatan si bapak/ibu Boss jadi bisa mengenal kita secara dekat, tidak hanya melalui 'mendengar' dari si biang kerok. Gimana, masuk akal kan, Sobs?
Nah, gunakan kesempatan ini, untuk mengubah image yang ada di benaknya selama ini tentang kita, dengan image yang sebenarnya [jauh lebih baik]. Tunjukkan pada pak/ibu Boss bahwa kita adalah staff yang dapat diandalkan, professional dan bertanggung jawab. Singkat cerita, ubah image buruk itu menjadi image positif tentang kita.
5. Siap-siap Cari Lahan Pekerjaan Baru
Ini adalah jurus pamungkas bila ke 4 point di atas tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Tidak gampang memang, tapi segera buat formula kehidupan Sobat, buat analisa SWOT sederhana untuk menentukan langkah-langkah ke depan.
Weis, kok kedengarannya keren sekali ya? Pake buat formula kehidupan dan analisa SWOT segala! Hehe. Pernah dengar yang namanya formula kehidupan?
Begini formulanya:
Mari kita andaikan bahwa jatah usia kita adalah 65 tahun, dan kini usia kita pada posisi 35 tahun. Usia produktif kita anggaplah sampai 54 tahun, kemudian pensiun.
Saat semua langkah di atas telah kita coba dan hasilnya nihil, ada dua formula kehidupan yang bisa kita pikirkan, yaitu:
1. Bertahan dalam situasi yang stagnant [tetap] seperti ini, tanpa perubahan malah akan semakin memburuk sampai 19 tahun mendatang [masuk usia pensiun]. ATAU
2. Mencoba melihat peluang-peluang lain, membuat lamaran dan berusaha tiada henti untuk mendapatkan pekerjaan baru.
Well, Sobats tercinta, begitu deh sharing yang bisa aku sampaikan untuk kali ini, related to curhatan seorang sahabat tadi pagi. Lalu apa hubungannya dengan quote dan gambar cantik di atas? Serta judul postingan yang begitu romantic?
Relasinya adalah, tentang bagaimana mengubah weaknesses [kelemahan yang ada] menjadi strength [kekuatan] untuk bangkit kembali dari keterpurukan. Makanya begitu menemukan quote di atas, kok rasanya klop banget dengan postingan ini.
Life is not about waiting the storm to be over, it is about learning how to dance in the rain. Kehidupan ini harus dijalani dengan bijak, alih-alih menanti hujan badai berlalu yang entah kapan, akan lebih berarti jika kita belajar untuk beradaptasi dengan situasi yang ada [belajar menari di bawah hujan].
Btw, monggo lho jika ada tambahan tips dari Sobats semua. Ditunggu di kolom komen yaaa. Trims.
Sepenggal catatan pembelajaran dalam kehidupan,
Al, Banda Aceh, 25 Agustus 2013.
Bagus dan bermanfaat sekali tulisannya mbak, semoga tulisan selanjutnya dapat diposting ke situs Direktori Blog Indonesia
BalasHapusTrimakasih, Mas Mirza. Insyaallah, akan segera ada artikel saya yang mejeng di Blog Direktori Indonesia. Trimakasih atas undangan menjadi author kehormatan di sana. :)
Hapusya sebelum resign setidaknya uda berjuang dan bertahan... resign adalah usaha terakhir untuk menghindari konflik dan hati yang uda gerah, tapi terkadang ada juga yang resign bukan karena di dislike bos tapi karena memang ada rencana lain :) mungkin ada tips buat yang modelnya begitu :)
BalasHapusSecanggih apappun formula yang kita miliki, tetap harus pegangan yang kencang pada Al quran dan As sunnah. disana banyak kita temukan petunjuk yang top markotop memaknai kehidupan yang singkat ini tuk bekal kehidupan yang tak terbatas.
BalasHapusNice posting.love it
:D:D:D
sangat bermanfaat sekali, saya boleh nambahin ya!
BalasHapuskalau bisa selain punya kerjaan tetap, kita pun punya usaha sampingan di rumah, walaupun orang lain yang menanganinya, supaya ketika kita dalam keadaan stress karena masalah di tempat kerja, kita bisa mengalihkan perhatian sebentar, atau jika kita terpaksa harus Resign, kita masih punya pegangan, semoga berkenan!
Setuju sekali mak, betul-betul harus ada persiapan matang sebelum mengambil keputusan.
BalasHapus